Aceh Besar l Atjeh Terkini.Id- Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Besar menggelar pertemuan dengan Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTL) Wilayah XVIII Banda Aceh. Pertemuan tersebut membahas evaluasi terhadap perubahan status kawasan hutan lindung yang dinilai mengabaikan sejarah, hak masyarakat, serta landasan hukum yang berlaku.
Ketua Tim Pansus DPRK Aceh Besar, Yusran, menyampaikan bahwa pihaknya tengah mengkaji sejumlah kawasan yang selama ini diklaim sebagai milik masyarakat, namun ditetapkan sebagai hutan lindung oleh pemerintah.
Beberapa wilayah yang menjadi sorotan antara lain Meunasah Balee di Kecamatan Lhoknga, Lambadeuk di Kecamatan Peukan Bada, serta beberapa lokasi lainnya yang mengalami persoalan serupa.
Yusran menilai perlu adanya transparansi dari BPKHTL terkait dasar hukum penetapan kawasan hutan lindung, khususnya di wilayah seperti Lampuuk.
“Kami juga mendorong pembentukan tim teknis bersama untuk meninjau ulang status kawasan, mengkaji data historis dan legal, serta menyusun peta jalan guna memulihkan hak-hak masyarakat,” ujar Yusran dalam keterangannya, Selasa (15/4/2025).
Menanggapi hal tersebut, Kepala BPKHTL Wilayah XVIII Banda Aceh, Toto Prabowo, menegaskan bahwa proses penetapan kawasan hutan lindung tidak dilakukan secara sepihak.
Menurutnya, penetapan itu merupakan hasil usulan dari pemerintah daerah melalui Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) Aceh yang kemudian disahkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Jika DPRK Aceh Besar ingin mengajukan perubahan status kawasan hutan, maka permohonan resmi harus berasal dari pemerintah provinsi, lengkap dengan rekomendasi gubernur. Selanjutnya akan dilakukan kajian ilmiah oleh lembaga pemerintah nonkementerian seperti LIPI dalam tim terpadu, dan penetapannya melalui keputusan menteri,” jelas Toto.
Ia juga menyampaikan kesiapan BPKHTL untuk mendukung upaya tim pansus, baik dalam penyediaan data maupun pendampingan proses administrasi perubahan status kawasan. Salah satu opsi perubahan yang memungkinkan, menurutnya, adalah alih status menjadi hutan adat.
“Kami terbuka dan siap membantu tim pansus DPRK Aceh Besar dalam menyusun dokumen, menyajikan data pendukung, dan mendampingi seluruh proses perubahan status kawasan hutan. Perubahan menjadi hutan adat adalah salah satu jalur yang secara regulasi lebih terbuka,” tambah Toto. (**).